Market Nampak Stagnan, Trump Jadi Penyebab Investor Kripto dan Saham Waspada

Pasar kripto dan bursa saham baru-baru ini mengalami koreksi minor dan cenderung stagnan menyusul rilis data inflasi konsumen (CPI) Amerika Serikat (AS). Namun rupanya faktor utama dari minimnya pergerakan pasar ini adalah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Analis Kripto, Reku Fahmi Almuttaqin menilai tekanan inflasi saat ini masih tergolong terbatas. Namun, ia mengingatkan bahwa risiko kenaikan inflasi ke depan masih terbuka lebar, terutama karena efek dari tarif impor baru yang digulirkan oleh Trump.
Baca Juga: Trump Patok Harga Rp82 Miliar Buat jadi Warga Negara AS, Mau?
"Banyak peritel masih menjual stok lama sebelum tarif diberlakukan, sehingga efeknya belum terasa penuh. Pemerintah AS juga menekan perusahaan besar untuk tidak menaikkan harga," ujar Fahmi, dilansir Jumat (13/6).
Meski begitu, para ekonom memprediksi bahwa tarif-tarif tersebut akan mulai mendorong harga naik secara bertahap dalam beberapa bulan ke depan.
Trump juga memperkuat kekhawatiran pasar dengan menyatakan bahwa dalam 1–2 minggu ke depan, ia akan menetapkan tarif baru secara sepihak terhadap sejumlah negara mitra dagang. Targetnya, aturan tersebut berlaku mulai 9 Juli 2025.
“Trump bahkan mengungkapkan rencana untuk mengirimkan surat kepada mitra dagang berisi rincian tarif baru dengan pendekatan 'take it or leave it'. Namun, belum jelas apakah tenggat tersebut benar-benar akan ditepati, mengingat rekam jejaknya yang sering berubah,” jelas Fahmi.
Kondisi ini dinilai berpotensi menekan pasar, khususnya jika rencana tarif tersebut menjadi kenyataan dan memicu ketegangan dagang baru.
Di tengah perkembangan tersebut, pasar kripto mencatat kenaikan yang terbatas, meskipun data inflasi secara teknikal mendukung sentimen positif. Pasar juga tampak menahan diri menjelang pertemuan dari Federal Open Market Committee (FOMC).
"Fokus investor kini lebih tertuju pada potensi inflasi yang kembali naik akibat tarif. Ini membatasi respons pasar terhadap data CPI yang sebenarnya cukup positif," jelas Fahmi.
Meskipun begitu, tren inflasi yang melandai dianggap menghilangkan risiko sentimen bearish yang bisa muncul jika inflasi melonjak tajam. Saat ini, pasar mulai memperkirakan adanya peluang penurunan suku bunga pada September, dengan asumsi inflasi tetap terkendali.
Baca Juga: Trump: Kami Dapatkan Mineral Langka, China Dapatkan Akses Pendidikan ke AS
"Namun, ketidakpastian masih tinggi, terutama jika negosiasi dagang tak membuahkan hasil positif hingga Agustus," tutur Fahmi.
相关文章
Kejagung Limpahkan Kasus LPEI ke KPK, Agar Tak Terjadi Tumpang Tindih
JAKARTA, DISWAY.ID--Kejaksaan Agung (Kejagung) melimpahkan berkas perkara dugaan tindak pidana korup2025-06-13Saham Emiten Agen Properti IPAC Masuk Pantauan BEI, Ada Apa?
Warta Ekonomi, Jakarta - Saham PT Era Graharealty Tbk (IPAC) tengah jadi sorotan. Dalam sepekan tera2025-06-13Aturan Baru! KPU Perbolehkan Mahasiswa
JAKARTA, DISWAY.ID -Pelajar dan mahasiswa yang tengah di luar kota atau jauh dari rumah dimana dia b2025-06-13Hasto : Akan Ada Kejutan pada Puncak Peringatan Bulan Bung Karno
JAKARTA, DISWAY. ID -Sekretaris Jendral PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto menyebutkan, akan ada keju2025-06-13- JAKARTA, DISWAY.ID --Menyambut Muktamar ke-VI 2024, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) akan menggelar w2025-06-13
Ya Ampun... Ngeri! Bahar bin Smith Terancam Hukuman yang Nggak Main
Warta Ekonomi, Bandung - Polda Jawa Barat (Jabar) menetapkan Habib Bahar bin Smith tersangka kasus p2025-06-13
最新评论